Sebelum Muhammad diangkat menjadi nabi, Beliau sering menyendiri di gua hira, bersunyi diri untuk mendekatkan diri dengan Allah, aktifitas ini disebut dengan khalwat. Beliau melakukan khalwat selama 5 tahun, setiap 5 hari 5 malam Beliau turun untuk mengambil bekal, sampai akhirnya Jibril datang menyampaikan wahyu kepada Beliau, inilah titik awal perubahan yang sangat besar dalam diri Muhammad dari seorang manusia biasa menjadi seorang utusan Allah.
Kegiatan menyendiri ini kemudian tetap dilaksanakan oleh Nabi tapi tidak lagi di gua sebagaimana yang Beliau lakukan sebelum diangkat jadi Nabi. Beliau melakukan khalwat di rumah di 10 akhir bulan ramadhan, kegiatan ini sering disebut dengan iktikaf sebagaimana hadist yang disampaikan oleh Aisyah. Dari Aisyah radhiallahu ‘anha; beliau mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Aku membuatkan tenda untuk beliau. Lalu beliau shalat subuh kemudian masuk ke tenda i’tikafnya.” (H.r. Al-Bukhari dan Muslim).
Tenda yang dibuatkan oleh Aisyah untuk nabi sebagai ganti suasana di Gua Hira dan kegiatan iktikaf berupa zikir dalam tenda atau kelambu ini kemudian tetap diteruskan oleh para sahabat dan para ulama sampai saat sekarang. Iktikaf disebut juga suluk atau khalwat biasanya dilakukan secara berjamaah dan dibawah bimbingan Guru Mursyid atau khalifah yang telah mendapat ijazah untuk memimpin suluk. Sebagian orang ada yang melakukan zikir intensif di rumah, ada yang melakukan khalwat di tempat-tempat sunyi mengikuti sunnah Rasul.
Khalwat bukanlah kegiatan biasa, ini adalah kegiatan yang sarat makna, sebuah proses untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Khalwat juga disebut uzlah atau mengasingkan diri dari keramaian untuk membersihkan hati sehingga dengan sempurna menerima petunjuk dari Allah SWT. Untuk bisa melaksanakan khalwat syarat utama adalah harus dengan bimbingan seorang Guru yang Ahli sehigga tidak tersesat di belantara alam tanpa batas.
Satu hak yang sangat memilukan, akhir-akhir ini istilah khalwat yang semula bermakna suci, proses mendekatkan diri kepada Allah berubah maknanya seperti berita-berita berikut :
Tim Wilayatul Hisbah (WH) Dinas Syariat Islam Kota Langsa, Sabtu (22/9) malam sekitar pukul 22.00 WIB kembali menjaring sebanyak lima pasangan khalwat di beberapa lokasi terpisah. Katanya, pasangan remaja yang dituduh melanggar Qanun Nomor 14 tentang khalwat/mesum tahun 2003 itu dilepas kembali setelah mendapat pembinaan di lapangan dan menandatangani surat perjanjian tidak mengulang lagi perbuatan tersebut. (acehtribunenews.com)
Kasus dugaan mesum (khalwat) yang dilakukan anggota Wilayatul Hisbah (WH) Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) Rai, di sebuah MCK Desa Ie Masen, Ulee Kareng, Kota Banda Aceh Kamis (19/4) lalu hingga saat ini belum diproses secara hukum. (antaranews.com)
Polisi Syariah atau Wilayatul Hisbah (WH) menangkap sepasang insan berlainan jenis di sebuah salon di Keudah, Kota Banda Aceh. Keduanya yang merupakan pelanggan dan pegawai salon diduga melakukan khalwat (mesum). Selain pasangan tersebut, seorang pegawai dan anak pemilik salon yang sedang berada di dalam turut dibawa ke kantor WH. Keduanya dituduh membiarkan terjadinya pelanggaran Qanun (Perda) Syariat Islam. Sorang petugas WH, Iwan, mengatakan, keduanya ditangkap dalam pengrebekan dilakukan WH usai mendapat informasi dari warga bahwa di sana sedang berlangsung praktik mesum. (bisnisaceh.com)
Kalau kita baca 3 berita di atas, maka makna khalwat berubah menjadi perbuatan mesum, sangat jauh berbeda dengan makna khalwat yang sebenarnya. Apa ini memang kebetulan atau memang disengaja untuk menghilangkan makna khalwat sebagai sebuah tradisi yang ditinggalkan nabi untuk mensucikan jiwa manusia agar dekat kepada Allah. Tradisi khalwat tetap dilaksanakan oleh pengamal tarekat/tasawuf sampai saat sekarang. Sebagaimana kita maklumi bahwa paham anti tasawuf yang di anut oleh Arab Saudi kemudian di ekspor ke negara-negara Islam di seluruh dunia dan diterima dengan mudah karena sebagian besar ummat Islam menganggap apapun yang berasal dari Arab otomatis benar.
Kalau istilah khalwat yang melenceng ini terus dipopulerkan, bukan suatu hal yang mustahil suatu generasi kelak akan bertanya, “Koq Nabi yang mulia mau melakukan Khalwat????”
sufimuda